Kembali Tutup Sejumlah Perlintasan Sebidang, Divre IV Tanjungkarang Komit Tingkatkan Keselamatan
Penutupan perlintasan sebidang. (ist) |
Tanjungkarang-Perlintasan sebidang KA merupakan salah satu titik dimana sering terjadi kecelakaan lalu lintas. Melihat fakta tersebut, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre IV Tanjungkarang melakukan penutupan di sejumlah perlintasan sebidang.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan Jalan pasal 5 dan 6.
Pelakhar Manager Humas Divre IV Tanjungkarang, Muhammad Reza Fahlepi mengatakan, tercatat ada sebanyak 70 perlintasan sebidang yang resmi dan 141 perlintasan sebidang yang tidak resmi di wilayah Divre IV Tanjungkarang.
“Di tahun 2023 ini, telah diprogram akan dilakukan penutupan sebanyak 10 perlintasan sebidang di wilayah Divre IV Tanjungkarang. Hingga akhir Juli 2023 Divre IV Tanjungkarang telah melakukan penutupan sebanyak 9 perlintasan sebidang diantaranya 2 penutupan perlintasan sebidang diluar program. Terakhir, penutupan perlintasan sebidang dilakukan pada Rabu (19/7), di perlintasan sebidang liar di Km.81+0/1 petak jalan antara Blambangan Pagar - Kalibalangan,” ujarnya.
Reza menambahkan Divre IV Tanjungkarang setiap tahunnya telah memprogramkan penutupan perlintasan sebidang. Tercatat pada tahun 2019 Divre IV Tanjungkarang telah merealisasikan penutupan sebanyak 35 perlintasan dari 35 perlintasan yang telah dprogramkan. Tahun 2020 diprogram sebanyak 33 perlintasan dan direalisasikan sebanyak 20 perlintasan. Tahun 2021 diprogram sebanyak 15 perlintasan dan direalisasikan sebanyak 17 perlintasan dan Tahun 2022 diprogram sebanyak 7 perlintasan dan direalisasikan sebanyak 6 perlintasan.
Reza menjelaskan, ada tiga unsur untuk menghadirkan keselamatan di perlintasan kereta api yaitu dari sisi infrastruktur, penegakan hukum, dan budaya.
Di sisi infrastruktur, evaluasi perlintasan itu harus dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan KAI dan pihak terkait lainnya secara berkala. Sesuai dengan Undang-undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2017 Pasal 94 ayat 2 yang berbunyi “Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah”.
Berdasarkan hasil evaluasi tesebut, perlintasan dapat dibuat tidak sebidang, ditutup, ataupun ditingkatkan keselamatannya. "Upaya penutupan perlintasan sebidang ini, perlu dukungan dari semua pihak demi keselamatan bersama. Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan umum merupakan tanggung jawab bersama. Tidak memberatkan hanya ke satu pihak saja,” ungkap Reza.
Sementara di sisi penegakan hukum, dibutuhkan penindakan bagi setiap pelanggar agar menimbulkan efek jera dan meningkatkan kedisiplinan para pengguna jalan.
Lebih lanjut, Reza menjelasakan bahwa ada ancaman pidana bagi pelanggar lalu lintas yang melibatkan kereta api sesuai dengan yang tertulis pada pasal 296 Undang-undang Lalu Lintas “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”.
Selanjutnya juga pada Pasal 310 UU Lalu lintas menekankan bahwa : (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).
Adapun di sisi budaya, perlu ada kesadaran dari setiap pengguna jalan untuk mematuhi seluruh rambu-rambu dan isyarat yang ada saat melalui perlintasan sebidang.
“Kami mengimbau kembali kepada seluruh masyarakat khususnya yang melakukan aktivitas lalu lintas di perlintasan sebidang agar lebih meningkatkan kesadaran berlalu lintas dengan mematuhi peraturan yang ada, dan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kereta api maka tidak hanya pelanggar mengalami kerugian namun PT KAI pun mengalami kerugian” tutup Reza. (yuni)
Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan Jalan pasal 5 dan 6.
Pelakhar Manager Humas Divre IV Tanjungkarang, Muhammad Reza Fahlepi mengatakan, tercatat ada sebanyak 70 perlintasan sebidang yang resmi dan 141 perlintasan sebidang yang tidak resmi di wilayah Divre IV Tanjungkarang.
“Di tahun 2023 ini, telah diprogram akan dilakukan penutupan sebanyak 10 perlintasan sebidang di wilayah Divre IV Tanjungkarang. Hingga akhir Juli 2023 Divre IV Tanjungkarang telah melakukan penutupan sebanyak 9 perlintasan sebidang diantaranya 2 penutupan perlintasan sebidang diluar program. Terakhir, penutupan perlintasan sebidang dilakukan pada Rabu (19/7), di perlintasan sebidang liar di Km.81+0/1 petak jalan antara Blambangan Pagar - Kalibalangan,” ujarnya.
Reza menambahkan Divre IV Tanjungkarang setiap tahunnya telah memprogramkan penutupan perlintasan sebidang. Tercatat pada tahun 2019 Divre IV Tanjungkarang telah merealisasikan penutupan sebanyak 35 perlintasan dari 35 perlintasan yang telah dprogramkan. Tahun 2020 diprogram sebanyak 33 perlintasan dan direalisasikan sebanyak 20 perlintasan. Tahun 2021 diprogram sebanyak 15 perlintasan dan direalisasikan sebanyak 17 perlintasan dan Tahun 2022 diprogram sebanyak 7 perlintasan dan direalisasikan sebanyak 6 perlintasan.
Reza menjelaskan, ada tiga unsur untuk menghadirkan keselamatan di perlintasan kereta api yaitu dari sisi infrastruktur, penegakan hukum, dan budaya.
Di sisi infrastruktur, evaluasi perlintasan itu harus dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan KAI dan pihak terkait lainnya secara berkala. Sesuai dengan Undang-undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2017 Pasal 94 ayat 2 yang berbunyi “Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah”.
Berdasarkan hasil evaluasi tesebut, perlintasan dapat dibuat tidak sebidang, ditutup, ataupun ditingkatkan keselamatannya. "Upaya penutupan perlintasan sebidang ini, perlu dukungan dari semua pihak demi keselamatan bersama. Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan umum merupakan tanggung jawab bersama. Tidak memberatkan hanya ke satu pihak saja,” ungkap Reza.
Sementara di sisi penegakan hukum, dibutuhkan penindakan bagi setiap pelanggar agar menimbulkan efek jera dan meningkatkan kedisiplinan para pengguna jalan.
Lebih lanjut, Reza menjelasakan bahwa ada ancaman pidana bagi pelanggar lalu lintas yang melibatkan kereta api sesuai dengan yang tertulis pada pasal 296 Undang-undang Lalu Lintas “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”.
Selanjutnya juga pada Pasal 310 UU Lalu lintas menekankan bahwa : (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).
Adapun di sisi budaya, perlu ada kesadaran dari setiap pengguna jalan untuk mematuhi seluruh rambu-rambu dan isyarat yang ada saat melalui perlintasan sebidang.
“Kami mengimbau kembali kepada seluruh masyarakat khususnya yang melakukan aktivitas lalu lintas di perlintasan sebidang agar lebih meningkatkan kesadaran berlalu lintas dengan mematuhi peraturan yang ada, dan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kereta api maka tidak hanya pelanggar mengalami kerugian namun PT KAI pun mengalami kerugian” tutup Reza. (yuni)
Komentar
Posting Komentar