Menteri ATR Dorong Masyarakat Adat Sertifikatkan Tanah Ulayat
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Marsekal TNI (Purn) Dr. (HC) Hadi Tjahjanto, SIP. |
Padang-Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Marsekal TNI (Purn) Dr. (HC) Hadi Tjahjanto, SIP., mendorong masyarakat hukum adat di Indonesia untuk mensertifikasi tanah-tanah miliknya. Lewat sertifikasi dia juga menjamin masyarakat tetap memiliki hak atas tanahnya.
"Masyarakat bisa mendaftarkan tanahnya dan dapat dilakukan pembangunan di atas tanah pengelolaan masyarakat hukum adat. Maka, masyarakat dapat nilai tambah dan tidak akan kehilangan hak ulayatnya," tegas Hadi saat memberikan kuliah umum di hadapan civitas akademika Universitas Negeri Padang, di auditorium kampus itu, Selasa (20/6/2023).
Kuliah umum yang disampaikan mantan Panglima TNI itu bertemakan, "Sinergitas Pemerintah Ninik Mamak (LKAAM) dan Cerdik Pandai (Kaum Intelektual) untuk menyelesaikan Masalah Pertanahan dalam Rangka Percepatan Pembangunan Infrastruktur". Selain kuliah umum, dia juga menyanggupi menjadi warga kehormatan UNP dengan menjadi salah satu anggota Majelis Wali Amanat yang diketuai Prof. Z. Mawardi Effendi,MPd., yang kemarin memasangkan PIN berlambang UNP sebagai simbol penghormatan.
Hadi pada orasinya mengakui, ada beberapa masyarakat adat yang kehilangan hak atas tanahnya, diantaranya masyarakat Betawi. Dari itu, lanjutnya diperlukan satu gerakan percepatan untuk melakukan sertifikasi atas tanah, termasuk tanah masyarakat hukum adat, diantaranya tanah ulayat seperti yang ada di Ranah Minang.
Libatkan mahasiswa
Di Sumbar lanjutnya, ada 352 ribu hektare tanah ulayat. Tanah ini akan diinventarisir dan identifikasi dengan swakelola yang melibatkan mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan tanah ulayat. "Setelah inven dan inden, maka akan jadi hak pakai tanah ulayat dan disertifikatkan hak pengelolaan masyarakat hukum adat. Di atas HP ada HPL milik masyarakat hukum adat. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, akan ada investor datang. Ingin bangun gedung, maka diberikan sertifikat hak guna bangunan di atas HPL masyarakat hukum adat, 30 tahun, 20 tahun, selesai, karena ini adalah sertifikat berjangka waktu, maka kembali lagi tanah ulayat HPL masyarakat hukum adat. Jadi hak masyarakat tidak akan hilang," katanya.
Begitu juga jika tanah masyarakat hukum adat dipakai dengan Hak Guna Usaha (HGU). Selesai penggunaan, maka kembali lagi menjadi milik masyarakat hukum adat. "Jadi pelaksanaannya, HGU dan HGB atas dasar perjanjian dengan masyarakat hukum adat dengan investor," tegasnya.
Dengan aturan yang ada dia yakin, semua bisa berjalan dengan baik, sehingga daerah dapat membentangkan karpet merah untuk investor.
Untuk pengelolaan tanah ulayat ini, Sumbar menurutnya akan dijadikan tempat percontohan. Dia tak ingin masyarakat di Ranah Minang ini kehilangan hak ulayatnya seperti yang terjadi pada masyarakat Betawi. "Untuk Padang (Sumbar-Red) tidak boleh terjadi. Masyarakat Sumbar harus tetap memiliki hak atas tanahnya. Oleh karenanya, kita rencanakan satu gerakan percepatan," tegasnya lagi.
Saat ini di Indonesia disampaikan Hadi, baru ada 46 juta bidang tanah yang memiliki sertifikat. Pada 2017, targetnya 126 juta bidang. Artinya, masih kurang 87 juta. Setiap tahun, yang diterbitkan rata-rata 500 ribu yang diselesaikan. Bila tetap dengan metode lama, maka penyelesaian sertifikat tanah membutuhkan 160 tahun. Makanya, dia dan jajarannya melakukan percepatan dengan Pendaftaran Tanah Sertifikat Lengkap (PTSL). "Pemerintah melakukan revolusioner untuk 87 juta bidang tanah ini sehingga bisa diselesaikan sampai awal 2025," terangnya.
Saat ini yang terdaftar sudah mencapai 103, 1 juta bidang. Pada akhir 2024 disertakan sudah sampai 127 juta bidang dengan catatan mendapatkan dukungan pendanaan dari Komisi II DPR RI sebesar Rp4,1 triliun untuk menyelesaikan sertifikat.
Bagi masyarakat yang ingin mnendapatkan sertifikat tanah, maka pertama mendaftarkan tanahnya dan kedua datang ke BPN membawa bukti yuridis dan dokumen-dokumen yang diperlukan. Lalu terbitlah sertifikat. "Jika sudah didaftarkan, maka tidak ada lagu mafia tanah," tegasnya.
Selain itu dengan program PTSL juga mendorong peningkatan ekonomi dengan banyaknya uang beredar di masyarakat. Sertifikat tanah dapat dijadikan sebagai hak tanggungan ke bank. "Dari 2017 hingga 2023 saja nilai tambah program ini adalah beredarnya Rp5.574 triliun dana di masyarakat, dua kali lipat APBN," tuturnya.
Hadi yang didampingi sejumlah pejabat penting kementerian juga menjelaskan tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus dijadikan panglima dalam pembangunan. Secara khusus, dia menilai Kota Padang sebagai daerah rawan gempa harus memiliki tata ruang mitigasi gempa.
Rektor UNP Prof. Ganefri, Ph.D, dalam sambutannya, menjelaskan tanah ulayat menjadi permasalahan cukup serius yang mesti ditangani untuk kelanjutan program strategis nasional (PSN), seperti Jalan Tol Trans Sumatera.
Dia juta berharap, mahasiswa UNP ikut mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kelanjutan pembangunan Tol Padang-Pekanbaru sepanjang 254 kilometer, khususnya seksi Padang-Sicincin (36,15 kilometer) yang berada di Kabupaten Padang Pariaman. "Alhamdulillah pembangunan saat ini sudah berjalan tapi masih ada hambatan-hambatan seperti pembebasan tanah ulayat," tutup Ganefri.
Kuliah umum kemarin juga dihadiri Anggota DPR RI Komisi II dari Sumatera Barat (Sumbar) Guspardi Gaus, dan Gubernur Sumbar, H Mahyeldi Ansharullah. (yuni)
Komentar
Posting Komentar