Soenting Melajoe, Kisah Heroik Sang Wartawati Pertama Indonesia


Cuplikan adegan peresmian surat kabar Soenting Melaju yang didirikan wartawati pertama Roehana Koeddoes. (yuni)


 

Roehanna terduduk lemas, dia terkulai usai membaca surat dari pengadilan. Dia dituduh menggelapkan uang hasil penjualan kerajinan di perkumpulan pendidikan perempuan Kerajinan Amai Setia yang didirikannya.

Kemudian tangisnya pecah, merobek malam yang sunyi menggantikan suara jangkrik yang sesekali terdengar memecah malam. Dia tak menyangka ada orang yang ingin menikamnya dari belakang. Untunglah, suaminya Abdoel Koeddoes berhasil menenangkannya, menyabarkannya hingga dia bisa menguasai keadaan.

Itu hanya sepenggal cuplikan film “Soenting Melajoe”(baca : sunting melayu) buah karya TVRI Sumatra Barat yang ditayangkan perdana di sebuah bioskop di Kota Padang, Sabtu (2/92023) lalu. Film ini adalah film drama biografi yang menceritakan kisah perjalanan Roehana Koeddoes, wartawati pertama di Indonesia.

Soenting Melajoe sendiri adalah nama surat kabar yang didirikan perempuan asal Koto Gadang, Kabupaten Agam tersebut di masa pergerakan melawan penjajahan. Roehana Koeddoes mendirikan surat kabar itu setahun setelah dia mendirikan Kerajinan Amai Setia. Menggandeng Datuk Sutan Maradja, pemilik Surat Kabar dan percetakan  Oetoesan Melajoe, dia memulai perjalanannya memberantas kemiskinan dan kebodohan, khususnya pada kaum hawa.

Sejak kecil Roehana yang didik secara moderat oleh ayahnya, Mohammad Rasjad Maharadja Soetan telah membagi ilmu yang didapatkannya dari sang ayah. Saat tinggal di Alahan Panjang, dia mengajari teman-teman sebayanya membaca dan menulis. Hal itu terus dilakukannya hingga dewasa, karena dia menganggap larangan untuk anak perempuan belajar dan menuntut ilmu adalah sebuah diskriminasi yang harus dilawan.

Film ini meski dibuat dalam waktu singkat, yakni dua bulan mulai dari riset, penulisan naskah hingga syuting tapi berhasil membawa penonton terhanyut dalam kisah sang tokoh. Mengaduk-aduk emosi dan melahirkan kebanggaan terhadap seorang perempuan yang kuat dan tegar, meski banyak tantangan yang dihadapinya demi memajukan anak negeri, khususnya kaum wanita.

Meski sang penulis naskah, wartawan senior di Sumatra Barat, Hendra Makmur mengaku, masih ada beberapa kekurangan dalam film berdurasi lebih dari satu jam itu, namun tertutupi dengan akting ciamik dari para artis. Mereka bukanlah artis nasional, karena film ini murni menggandeng pemain lokal dari Sumatra Barat.

Sebut saja, Ardanela, pemeran Roehana Koeddoes muda adalah mahasiswi Universitas Negeri Padang (UNP) dan Benny Gunawan pemeran Abdoel Koeddoes dari Universitas Andalas. Pemain lainnya menurut sang sutradara, Magri Nelvi Lubis, juga diambil dari sejumlah sanggar di Bukittinggi. “Pembuatan film ini sendiri melibatkan 70 talent dan syuting di tiga daerah, yaitu Agam, Bukittinggi, dan Padang,” terang Adek, sapaan akrabnya.

Kepala Stasiun TVRI Sumbar, Tubagus M. Yusuf mengatakan, pembuatan film ini tidak terlepas dari tugas TVRI sebagai lembaga penyiaran yang melaksanakan tugas untuk mewujudkan diri sebagai lembaga penyiaran kelas dunia. Film Soenting Melajoe sendiri merupakan film drama biografi pertama yang diproduksi oleh TVRI. “Saat ini, film ini juga sedang kami ikutsertakan dalam Festival Film Indonesia. Mohon doanya dari masyarakat Sumatra Barat, semoga film ini menang,” katanya.

Lewat film ini, TVRI ingin tetap mengembangkan dan melestarikan budaya lokal, sehingga tak lekang oleh zaman. Pemilihan film tentang perjalanan Roehana Koeddoes dengan Soenting Melajoe-nya juga sebagai bagian dari upaya mengedukasi masyarakat agar semakin mengenal sang pahlawan. “Kenapa Roehana Koeddoes? Karena ternyata masih banyak yang belum mengenal ketokohannya. Kami harapkan lewat film ini, dapat menginspirasi, utamanya kaum perempuan untuk bisa memperjuangkan hak-haknya menjadi lebih baik di masa depan,” ulasnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Utama TVRI, Imam Brotoseno. Dia mengatakan, film ini bagus sebagai salah satu sumber literasi bagi pendidik, pelajar, dan maupun masyarakat umumnya. “Lewat film ini kita bisa menghargai pahlawan nasional dan menyerap inspirasi-inspirasi, serta  semangat-semangat maupun nilai-nilai yang diajarkan kepada kita. Film ini juga bagian dari upaya memberikan tontonan yang menghibur, tapi edukatif untuk mendongkrak kesetaraan,” katanya.

Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah yang ikut hadir menyaksikan penayangan perdana film ini mengapresiasi langkah TVRI Sumbar mem-film-kan ketokohan sang pahlawan. Lewat film menurutnya, edukasi akan lebih cepat dicerna. Dia sendiri akan mendukung penuh penayangan film Soenting Melajoe dengan mengajak para siswa untuk menonton, kemudian membuat kesimpulan yang diserahkan kepada guru masing-masing.

Tak cuma itu, dia juga siap mendukung lahirnya film-film drama biografi sejarah para pahlawan di Sumatra Barat. (yuni)




Para pemain, kru dan lainnya foto bersama gubernur dan Direktur utama TVRI. (Ist) 



 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anakku Pulang Bagai Pahlawan

Prajurit Yonif 133 Yudha Sakti Tewas Diserang KKB di Papua Barat

UNESCO Tetapkan Hari Lahir AA Navis Jadi Perayaan Internasional