Mengulik Transformasi Tangan-Tangan Alam Dari Cerbung, Novel Hingga Drama Audio

Dafriansyah Putra bersama Muhammad Subhan. (ist) 





Tulis, kirim dan lupakan. Tiga kata ini menjadi kunci Dafriansyah Putra, Penulis Novel Tangan-Tangan Alam dalam mengembangkan bakat menulisnya.

Motto-nya ini bukan isapan jempol semata. Melainkan sudah dibuktikannya sejak perjalanan panjang novel yang kini sudah dialih wahanakan ke drama audio lewat aplikasi yang dapat diunduh di Google Play Store atau IOS.

Rian, demikian panggilan akrab pria kelahiran 1992 itu telah memulai "perjalanan" Novel Tangan-Tangan Alam sejak tahun 2012. Kala itu, dia bertanya langsung ke Pemimpin Redaksi Harian Singgalang, Khairul Jasmi terkait peluang tulisannya menjadi cerita bersambung (cerbung) layaknya cerbung popular "Tikam Samurai" dan lainnya karya penulis Makmur Hendrik.

Ketika itu, belum bersambut dengan baik. Namun, pada 2014 saat seluruh tulisan rampung dikerjakannya, dia kembali bertanya ke orang nomor satu di redaksi media bermoto "Membina Harga Diri untuk Kesejahteraan Nusa Bangsa".

Sayangnya, kata Pak KJ--sapaan akrab Khairul Jasmi, baru satu minggu sebelumnya, Harian Singgalang tandatangan kontrak dengan penulis cerbung yang baru. "Saat itu, ada rasa kecewa dan sesal dalam diri saya," kenangnya.

Tapi ada pula secercah harapan, ketika PaK KJ mengatakan, tulisannya dapat dimuat bersambung di Koran Singgalang edisi minggu. Singkat kata, jadilah tulisannya tayang di media yang lahir tahun 1968 itu pada 11 September 2014.

Senang! Itu kata yang menggambarkan kebahagiaannya, meski harapannya untuk menjadikan tulisan tersebut cerbung harian belum terwujud, tapi dia tetap bersyukur kerja kerasnya menulis bisa mendapatkan tempatnya.

Tak puas hanya tayang di suratkabar secara bersambung hingga tahun 2017, akhirnya lulusan Teknik Sipil ini memberanikan diri mengirimkan karyanya ke sebuah penerbit. "Waktu itu, saya belum berani mengirim ke Gramedia. Bukan karena minder, tapi kita semua tahu, bahwa Gramedia adalah penerbit besar," katanya.

Sekian lama menunggu, tulisannya ternyata ditolak. Tidak mau menyerah, lagi dia kirim ke penerbit lainnya. Berbilang bulan pula baru dibalas dan kembali ditolak!
Dua kali dapat penolakan, Rian ternyata tak kapok. Malah memberanikan diri mengirim tulisan ke Gramedia.

Berbilang bulan pula baru dapat balasan dan ternyata cukup menggembirakan dengan jawaban, "ending" novel kurang memikat dan harus diperbaiki. Jadilah, dia ubah dan dikirim ulang.

Setelah kirim ulang, dia ternyata masih menunggu. Walau kemudian debar dihati berbuah manis. Bila judul novelnya adalah Tangan-Tangan Alam, namun dalam karir menulisnya justru tangan sang Khalik-lah yang menjadi penentunya.

Tulisan dengan perjalanan panjang ini akhirnya tayang menjadi novel bercover merah pada Oktober 2018 di bawah penerbit besar bernama Gramedia. "Alhamdullilah sempat bertengger di Top Ten Gramedia Padang. Waktu melihat karya saya di sana, saya rasa bangga," ujarnya haru saat Seminar, Peluncuran Aplikasi Dengar Bersama Drama Audio Tangan-Tangan Alam di salah satu hotel di Padang.

Penantian panjangnya benar-benar berbuah manis. Rian dapat membuktikan bahwa proses tak akan mengkhianati hasil, meski dia sendiri mengatakan, tulis, kirim dan lupakan.

Maksudnya adalah agar tidak terlena dengan satu karya, melainkan buat karya lain lebih bermutu, sehingga tak hanya terpaku pada satu karya saja. "Saya memang tak mengirimkan karya ke banyak penerbit secara bersamaan. Tapi kirim ke salah satu, bila sudah dijawab dan ditolak, maka baru saya kirim ke penerbit lain. Makanya, saya menulis, kirim, dan lupakan," tuturnya berkisah soal motto-nya itu.
Setelah jadi novel dan sempat "best seller", Rian tak mau usai dibaca, karyanya hanya menjadi pajangan lemari.

Maka, kemudian lewat dana indonesiana yang berhasil diperolehnya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dia mengembangkan kisah di novelnya menjadi drama audio, yakni seperti sandiwara radio di masa lalu.

Tapi, Rian tak sebatas kerjasama dengan Radio saja untuk penayangannya, tapi juga membuat aplikasi yang bisa diakses di Google Play Store dan IOS. Sebelum jadi drama audio, dia telah mengubah novel menjadi naskah drama yang memikat dengan suara dubber dari Komunitas Dubber Indonesia di Jakarta.

Karyanya juga melibatkan ilustrator dari Palembang bernama Yudhistira yang makin menyempurnakan drama audio tersebut.
Sabtu, 26 Agustus 2023 menjadi momentumnya meluncurkan alih wahana Novel Tangan-Tangan Alam menjadi drama audio.

Peluncuran dilakukan Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatra Barat, Undri yang menyambut baik alih wahana ini. Drama audio katanya adalah salah satu bentuk sastra lisan.

Saat ini di Sumatra Barat, sastra lisan terancam punah. Sudah banyak generasi muda tak lagi mengenal sastra lisan yang memang berkembang dengan cara bertutur. Salah seorang peserta seminar yang juga pimpinan sebuah radio di Batusangkar menyambut baik pula alih wahana ini.

Katanya, drama audio mengingatkan pada kejayaan radio dengan sandiwaranya, seperti Saur Sepuh dan sebagainya. Dia berharap dengan drama audio ini, bisa pula mengembalikan kejayaan radio seperti masa lalu. (yuni)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anakku Pulang Bagai Pahlawan

Prajurit Yonif 133 Yudha Sakti Tewas Diserang KKB di Papua Barat

UNESCO Tetapkan Hari Lahir AA Navis Jadi Perayaan Internasional